Selasa, 09 September 2014

SUMBER AJARAN AGAMA ISLAM (PAI)




SUMBER HUKUM AGAMA ISLAM

Muqaddimah

Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam.

Ajaran Islam adalah pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya.

Mempelajari agama Islam merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.

Allah telah menetapkan sumber ajaran Islam yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Ketetapan Allah itu terdapat dalam Surat An-Nisa (4) ayat 59 yang artinya :” Hai orang-orang yang beriman, taatilah (kehendak) Allah, taatilah (kehendak) Rasul-Nya, dan (kehendak) ulil amri di antara kamu ...”. Menurut ayat tersebut setiap mukmin wajib mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul dan kehendak ’penguasa’ atau ulil amri (kalangan) mereka sendiri. Kehendak Allah kini terekam dalam Al-Quran, kehendak Rasul terhimpun sekarang dalam al Hadis, kehendak ’penguasa’ (ulil amri) termaktum dalam kitab-kitab hasil karya orang yang memenuhi syarat karena mempunyai ”kekuasaan” berupa ilmu pengetahuan.

Pada umumnya para ulama fikih sependapat bahwa sumber utama hukum islam adalah Alquran dan hadist. Dalam sabdanya Rasulullah SAW bersabda, “ Aku tinggalkan bagi kalian dua hal yang karenanya kalian tidak akan tersesat selamanya, selama kalian berpegang pada keduanya, yaitu Kitab Allah dan sunnahku.” Dan disamping itu pula para ulama fikih menjadikan ijtihad sebagai salah satu dasar hukum islam, setelah Alquran dan hadist.

Berijtihad adalah berusaha sungguh-sungguh dengan memperguna kan seluruh kemampuan akal pikiran, pengetahuan dan pengalaman manusia yang memenuhi syarat untuk mengkaji dan memahami wahyu dan sunnah serta mengalirkan ajaran, termasuka ajaran mengenai hukum (fikih) Islam dari keduanya.

1. al-Quran

a. Pengertian al-Quran

Al-Quran menurut bahasa berarti bacaan, sedangkan menurut istilah adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad (baik makna maupun redaksinya) melalui perantaraan malaikat Jibril.

Al-Quran turun secara berangsur-angsur dalam tenggang waktu kurang lebih 23 tahun, yaitu sejak Muhammad bin Abdullah diangkat sebagai Nabi dan Rosul hingga beliau wafat.

Al-Quran terdiri dari 30 juz, 114 surat dan 6.236 ayat. Ayat-ayat yang turun pada periode Makkah (Ayat Makkiyah) sebanyak 4.780 ayat yang tercakup dalam 86 surat. Sedangkan ayat-ayat yang turun pada periode Madinah (ayat Madaniyah) sebanyak 1.456 ayat yang tercakup dalam 28 surat.

Ayat-ayat Makiyah pada umumnya mengandung nuansa sastra yang kental, karena itu ayat-ayatnya pendek-pendek. Isinya banyak mengedepankan prinsip-prinsip dasar kepercayaan dan meletakkan kaidah-kaidah umum syariah dan akhlak. Adapun ayat Madaniyah menerangkan aspek syariah baik menyangkut peraturan tentang ibadah maupun muamalah dan akhlak.

Pokok-pokok kandungan dalam Alquran antara lain:

1.  Petunjuk mengenai akidah yang harus diyakini oleh manusia. Petunjuk akidah ini berintikan keimanan akan keesaan Tuhan dan kepercayaan kepastian adanya hari kebangkitan, perhitungan serta pembalasan kelak.

2.  Petunjuk mengenai syari’ah yaitu jalan yang harus diikuti manusia dalam berhubungan dengan Allah dan dengan sesama insan demi kebahagiaan hidup manusia di dunia ini dan di akhirat kelak.

3.  Petunjuk tentang akhlak, mengenai yang baik dan buruk yang harus diindahkan leh manusia dalam kehidupan, baik kehidupan individual maupun kehidupan sosial.

4.  Kisah-kisah umat manusia di zaman lampau. Sebagai contoh kisah kaum Saba yang tidak mensyukuri karunia yang diberikan Allah, sehingga Allah menghukum mereka dengan mendatangkan banjir besar serta mengganti kebun yang rusak itu dengan kebun lain yang ditumbuhi pohon-pohon yang berbuah pahit rasanya.

5.  Berita tentang zaman yang akan datang. Yakni zaman kehidupan akhir manusia yang disebut kehidupan akhirat. Kehidupan akhirat dimulai dengan peniupan sangkakala (terompet) oleh malaikat Israil. “ Apabila sangkakala pertamaditiupkan, diangkatlah bumi dan gunung-gunung, la- lu keduanya dibenturkan sekali bentur. Pada hari itulah terjadilah kiamat dan terbelahlah langit...”. (Qs al-Haqqah (69) : 13-16.

6.  Benih dan Prinsip-prinsip ilmu pengetahuan.

7.  Hukum yang berlaku bagi alam semesta.

b. Kedudukan al-Quran

Al-Quran merupakan sumber huku Islam pertama. Hal ini didasarkan pada surat al-Imron :132

c. Fungsi al-Quran

Al-Quran merupakan mukjizat Rosulullah Muhammad, yang berfungsi sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim. Al-Quran juga berfungsi sebagai koreksi atas kitab-kitab sebelumnya. Al-Quran menjadi rahmat, hidayah, dan syafaat bagi seluruh manusia. Ajaran al-Quran selalu sesuai kebutuhan manusia dalam kancah kehidupan dan cocok dengan fitrah manusia. Sebagai pedoman hidup manusia, Al-Quran dijamin kemurniannya oleh Allah.

Keutamaan Al-Qur’an ditegaskan dalam Sabda Rasullullah, antara lain:

  1. Sebaik-baik orang di antara kamu, ialah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya
  2. Umatku yang paling mulia adalah Huffaz (penghafal) Al-Qur’an (HR. Turmuzi)
  3. Orang-orang yang mahir dengan Al-Qur’an adalah beserta malaikat-malaikat yang suci dan mulia, sedangkan orang membaca Al-Qur’an dan kurang fasih lidahnya berat dan sulit membetulkannya maka baginya dapat dua pahala (HR. Muslim).
  4. Sesungguhnya Al-Qur’an ini adalah hidangan Allah, maka pelajarilah hidangan Allah tersebut dengan kemampuanmu (HR. Bukhari-Muslim).
  5. Bacalah Al-Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al-Qur’an sebagai penolong bagai pembacanya (HR. Turmuzi).

2.Pengertian Hadits

Hadits secara bahasa yaitu hadatsa-yuhaditsu-haditsan yang artinya kabar atau sesuatu yang baru. Hadits menurut istilah yaitu segala ucapan, perbuatan dan ketetapan atau persetujuan yang bersumber dari nabi Muhammad saw. Termasuk juga dalam hadits yaitu himmah atau keinginan Nabi Saw. Hadits juga disebut sunnah. Dan Hadits berkedudukan sebagai sumber hukum Islam kedua setelah Al-Qur'an.

Hadits dilihat dari segi materinya dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu;

o   Hadits qauliyah yaitu hadits atas dasar perkataan/ucapan nabi Muhammad Saw.

o   Hadits fi'liyah yaitu hadits atas dasar perbuatan yang dilakukan nabi Muhammad Saw.

o   Hadits taqririyah yaitu hadits atas dasar persetujuan nabi Muhammad Saw. terhadap apa yang dilakukan para sahabatnya.

Adapun jika dilihat dari sedikit banyaknya perawi yang menjadi sumber berita, hadits itu terbagi menjadi dua macam, yaitu hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang dan memiliki banyak sanad) dan hadits ahad (diriwayatkan tidak banyak orang).

Para ulama membagi hadits dalam tiga tingkatan, yaitu;

1.Hadits Shahih, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan sempurna ketelitiannya, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw. dan tidak memiliki cacat (illat)

2.Hadits Hasan, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, dan tetapi kurang teliti, sanadnya bersambung sampai Rasulullah Saw., tidak memiliki cacat (illat) dan tidak berlawanan dengan orang yang lebih terpercaya.

3.Hadits Dhaif, yaitu hadits yang tidak memenuhi syarat-syarat hadits shahih, dan juga tidak memenuhi syarat-syarat hadits hasan.

Hadits Ahad dilihat dari jumlah perawinya terbagi menjadi tiga macam:

a.Hadits Mashur, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh tiga orang rawi atau lebih, dan belum mencapai derajat mutawatir.

b.Hadits Aziz, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh dua orang rawi, walaupun perawi itu dalam satu tingkatan saja.

c.Hadits Gharib, yaitu hadits yang diriwayatkan oleh satu orang rawi pada tingkatan maupun sanad.



Kedudukan dan Fungsi Hadits

Kedudukan dan fungsi hadits nabi Muhammad Saw. dalm hokum Islam diantaranya sebagai berikut;



1.Sebagai sumber hukum Islam yang kedua setelah Al-Qur'an.



Ada beberapa hukum yang tidak disebutkan ataupun dijelaskan dalm Al-Qur'an, kemudian Rasulullah saw. menambahkan hukum tersebut sebagai kaitan dengan hukum di dalam Al-Qur'an. Penambahan itu bias berbentuk penjelasan atau penjabaran dan dalil hukumnya bias bersifat wajib, sunah atau bahkan haram. Sebagai sumber hukum Islam kedua, hukum yang terkandung di dalam hadist juga wajib ditaati sebagaimana mentaati Al-Qur'an. Perhatikan firman Allah SWT berikut ini:

Artinya: "Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya". (QS. Al-Hasyr: 7)



2.Sebagai penguat hukum yang sudah disebutkan dalam Al-Qur'an.

Al-Qur'an dan hadits menjadi sumber hukum Islam yang saling mendukung dan menguatkan. Sebagai contoh, larangan menyekutukan Allah SWT sudah dijelaskan di dalam Al-Qur'an, tetapi dikukuhkan lagi di dalam hadits nabi.



3.Sebagai penafsir atau penjelas hukum dalam Al-Quran.

Ayat-ayat Al-Qur'an yang masih bersifat umum dijelaskan dengan hadits Rasulullah Saw. misalnya, perintah shalat di dalam Al-Qur'an masih bersifat umum, belum ada penjelasan mengenai teknis dan sebagainya. Rasulullah Saw. melalui haditsnya menjelaskan tata cara melaksanakan dan hal-hal teknisnya, sehingga ummatnya tidak mengalami kesulitan untuk melaksanakan perintah tersebut.



4.Hadist menetapkan hukum-hukum yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an

Hadits merupakan sumber hukum yang kedua setelah Al-Qur'an, oleh karena itu hadits berkedudukan dan berfungsi menetapkan hukum suatu hal atau perkara yang tidak dijumpai di dalam Al-Qur'an. Sebagai contohnya, keharaman seorang laki-laki menikah dengan bibi istrinya secara bersamaan. Rasulullah bersabda, yang artinya: "dilarang mengumpulkan (mengawini bersama) seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ayahnya atau seorang perempuan dengan saudara perempuan dari ibunya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hal ini, Rasulullah Saw merupakan syari' atau berkapasitas sebagai pembuat hukum. Hal ini sebagaimana diterangkan Allah SWT dalam surat An-Najm (53): 3-4.

Macam-macam As-Sunnah:

ditinjau dari bentuknya

1.  Sunnah qauliyah, yaitu semua perkataan Rasulullah

2.  Sunnah fi’liyah, yaitu semua perbuatan Rasulullah

3.  Sunnah taqririyah, yaitu penetapan dan pengakuan Rasulullah terhadap pernyataan ataupun perbuatan orang lain

4.  Sunnah hammiyah, yaitu sesuatu yang telah direncanakan akan dikerjakan tapi tidak sampai dikerjakan

ditinjau dari segi jumlah orang-orang yang menyampaikannya

1.  Mutawir, yaitu yang diriwayatkan oleh orang banyak

2.  Masyhur, diriwayatkan oleh banyak orang, tetapi tidak sampai (jumlahnya) kepada derajat mutawir

3.  Ahad, yang diriwayatkan oleh satu orang.

Ditinjau dari kualitasnya

1.  Shahih, yaitu hadits yang sehat, benar, dan sah

2.  Hasan, yaitu hadits yang baik, memenuhi syarat shahih, tetapi dari segi hafalan pembawaannya yang kurang baik.

3.  Dhaif, yaitu hadits yang lemah

4.  Maudhu’, yaitu hadits yang palsu.

Ditinjau dari segi diterima atau tidaknya

1.  Maqbul, yang diterima.

2.  Mardud, yang ditolak.

3 .Ijtihad

a. Pengertian Ijtihad

Ijtihad menurut bahasa brasal dari kata ijtahada, berarti “mencurahkab tenaga, memeras pikiran, berusaha sungguh-sungguh dan bekerja semaksimal mungkin.” Sedangkan menurut istilah, ijtihad adalah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memecahkan suatu masalah yang tidak ada ketetapan hukumnya, baik dalam al-Quran maupun Hadits.

Orang yang mampu menetapkan suatu hukum atas suatu masalah disebut mujtahid, sementara proses mengeluarkan hukum dari dalilnya disebut sebagai istinbath.

b. Kedudukan Ijtihad

Ijtihad merupakan sumber hukum islam ketiga setelah al-Quran dan Hadits. Hasil Ijtihad bisa berbeda menurut ruang dan waktu serta menurut tingkat intelektual mujtahid.

c. Syarat berijtihad

(1) Memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan bahasa arab, tafsir, ilmu hadits, sejarah dan ilmu usdhul fiqh

(2) Mengetahui metodologi, seperti qiyas dan Ijma’

d. Metode Ijtihad

(1) Ijma’ (kesepakatan ulama)

(2) Qiyas (menetapkan hukum sesuatu yang belum ada hukumnya dengan mengacu pada hukum sesuatu yang telah ada hukumnya, berdasarkan persamann yang ada antara dua hal tersebut)

(3) Istihsan (berorientasi pada kabaikan)

(4) Maslahah Mursalah (berorientasi pada kemaslahatan umat)

(5) Istishab (menetapkan hukum atas dasar hukum asal, karena tidak adanya hukum qath’i (hukum yang pasti) yang mengubah hukum asal tersebut

(6) ‘Urf (menetapkan hukum sesuatu dengan berorientasi pada adat istiadat)

(7) Syaddudz Dzari’ah (berorientasi pada mencegah bahaya yang mungkin timbul)

BY ABI ANWAR. JAKARTA (2014)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman