Kamis, 04 Desember 2014

HAMBA YANG PALING MULIA




MEMULIAKAN PRIBADI MUSLIM ?


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al Hujurat: 13)

Muqaddimah

Allah swt. menciptakan manusia dan memuliakannya atas makhluk ciptaan-Nya yang lain. Manusia diciptakan dari unsur bumi berupa tanah sebagai lambang materi,  dengan ditiupkan unsur langit berupa ruh sebagai lambang immateri. Manusia dibekali akal, pendengeran, penglihatan dan hati. Pemuliaan manusia itu ditegaskan Allah swt. dalam berfirman-Nya:

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا

“Dan sungguh Kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” QS. Al-Isra:70

Rasululah saw adalah orang yang mulia. Bahkan beliaulah orang termulia sepanjang zaman. Kemuliaan itu diperolehnya karena iman dan takwa yang teguh tertancap di dalam dada. Iman dan takwa yang tidak tunduk oleh cemoohan dan hinaan. Tidak takhluk permusuhan dan tak tekecoh oleh rayuan dan godaan. Tidak goyah oleh kehidupan masa lalu sebagai anak yatim yang hidup di kalangan Badui, dipungut oleh sang kakek, kemudian sang paman, hidup sebagai penggembala kambing. Semua itu bukan penghalang bagi beliau untuk tetap hidup mulia jauh dari perkara-perkara hina dan sia-sia.

Orang yang mulia , akan berkata dengan perkataan yang mulia. Dan jika diam adalah emas permata, maka baginya bicara yang baik, menyampaikan dakwah dan nasehat jauh lebih berharga darinya. Ia tak akan rela membiarkan kemungkaran di sekitarnya. Kemungkaran dan kemaksiatan baginya adalah kehinaan. Membiarkan kemungkaran dan kemaksiatan sebagaimana disabdakan Rasulullah saw adalah pertanda kosongnya iman. Orang yang mendiamkan kemungkaran di depan matanya dalam bahasa Nabi saw tak ubahnya syetan yang bisu. Sikap pengecut seperti itu berlawanan dengan kemuliaannya. Kemuliaannya itulah yang akan membawa kepada berbagi kemuliaan kepada sesama. Dari itu orang kaya yang mulia berbagi harta kepada sesama juga. Maka orang yang kaya dengan iman dan ilmu pun akan berbagi nasehat kepada sesama juga. Dan orang yang mulia adalah orang-orang jika berbicara maka keluarlah untaian-untaian mutiara petuah dan nasehatnya. Seruan-seruan menuju kebenaran dan kebaikan serta dakwahnya.

Paling Taqwa Menurut Pakar Tafsir ?

Ath Thobari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath Thobari, 21:386)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,  “Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari keturunan kalian” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 169)

Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

كرم الدنيا الغنى، وكرم الآخرة التقوى.

Mulianya seseorang di dunia adalah karena kaya. Namun muliany seseorang di akhirat karena takwanya.” Demikian dinukil dalam tafsir Al Baghowi. (Ma’alimut Tanzil, 7: 348)

Kata Al Alusi, ayat ini berisi larangan untuk saling berbangga dengan keturunan. Al Alusi rahimahulah berkata, “Sesungguhnya yang paling mulia dan paling tinggi derajatnya di antara kalian di sisi Allah di dunia maupun di akhirat adalah yang paling bertakwa. Jika kalian ingin saling berbangga, saling berbanggalah dengan takwa (kalian).” (Ruhul Ma’ani, 19: 290)

Dalam tafsir Al Bahr Al Muhith (10: 116) disebutkan, “Sesungguhnya Allah menjadikan kalian sebagaimana yang disebutkan dalam ayat (yaitu ada yang berasal dari non Arab dan ada yang Arab). Hal ini bertujuan supaya kalian saling mengenal satu dan lainnya walau beda keturunan. Janganlah kalian mengklaim berasal dari keturunan yang lain. Jangan pula kalian berbangga dengan mulianya nasab bapak atau kakek kalian. Salinglah mengklaim siapa yang paling mulia dengan takwa.”

Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian adalah yang paling bertakwa. Yang bertakwa itulah yang berhak menyandang kemuliaan, yaitu lebih mulia dari orang yang tidak memiliki sifat takwa. Dialah yang paling mulia dan tinggi kedudukannya (di sisi Allah). Jadi, klaim kalian dengan saling berbangga pada nasab kalian yang mulia, maka itu bukan menunjukkan kemuliaan. Hal itu tidak menunjukkan seseorang lebih mulia dan memiliki kedudukan utama (di sisi Allah).” (Fathul Qodir, 7: 20)

Dalam tafsir Al Jalalain (528) disebutkan, “Janganlah kalian saling berbangga dengan tingginya nasab kalian. Seharusnya kalian saling berbangga manakah di antara kalian yang paling bertakwa.”

Syaikh As Sa’di rahimahullah berkata, “Allah menjadikan kalian berbeda bangsa dan suku (ada yang Arab dan ada yang non Arab) supaya kalian saling mengenal dan mengetahui nasab satu dan lainnya. Namun kemuliaan diukur dari takwa. Itulah yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah, yang rajin melakukan ketaatan dan menjauhi maksiat. Standar kemuliaan (di sisi Allah) bukan dilihat dari kekerabatan dan kaum, bukan pula dilihat dari sisi nasab yang mulia. Allah pun Maha Mengetahui dan Maha Mengenal. Allah benar-benar tahu siapa yang bertakwa  secara lahir dan batin, atau yang bertakwa secara lahiriyah saja, namun tidak secara batin. Allah pun akan membalasnya sesuai realita yang ada.” (Taisir Al Karimir Rahman, 802)

Rasulullah saw Hamba Paling Mulia

Akhlak Rasuluilah s.a.w. adalah model akhlak-akhlak mulia yang dihurai dan dijelaskan dalam al-Quran. Keterangan jelas mengenai konsep akhlak mulia dalam al-Quran, bukan sahaja untuk difahami, tetapi untuk dilaksanakan. Contoh kepada penghayatan dan kaedah penghayatan itu ialah kehidupan Rasuluilah s.a.w

Rasuluilah s.a.w. seorang mu'min yang terulung. Seorang yang telah diasuh dan dipelihara akhlaknya oleh Allah S.W.T. untuk dipelihara akhlaknya oleh Allah S.W.T. untuk dijadikan seorang rasul dan contoh insan kamil yang menjadi ikutan dan teladan sepanjang zaman. Allah S.W.T berfirman yang bermaksud:

'Dan sesungguhnya engkau memiliki akhlak yang sungguh agung'. (al-Qalam: 4)

Juga firman-Nya yang bermaksud: 'Demi sesungguhnya, adalah bagi kamu pada diri Rasuluilah itu contoh ikutan yang baik'. (al-Ahzaab; 21)

Rasuluilah s.a.w. dan para sahabat yang bedman dengannya, adalah para hamba Allah S.W.T. yang tekun mengerjakan ibadat dan tunduk khusyu' merendah diri kepada Allah S.W.T. takut dan mengharap kepada-Nya, bertawakal serta bersyukur kepada-Nya. Wajah mereka berbekas kesan daripada sujud. Pada waktu siang mereka menjadi pahlawan gagah membela agama Allah S.W.T. Sedangkan pada waktu malam air mata mereka berlinang kerana insaf dan memohon keampunan daripada Allah S.W.T. Al-Quranmenggambarkan pengabdian mereka kepada Allah S.W.T. dengan firman-Nya yang bermaksud:

' Nabi Muhammad s.a.w. ialah RasulAilah dan mereka yang bersama dengannya tegas terhadap orang kafir, dan sebaliknya bersikap kasih sayang dan belas kasihan sesama sendiri (umat Islam). Kamu melihat mereka ruku'dan sujud dengan mengharapkan limpah kumia (pahala) dari Tuhan mereka serta mengharapkan keredhaan-Nya. Tanda yang menunjukkan mereka (sebagai orang-orang yang saleh) terdapat pada muka mereka dari kesan sujud'. (al-Fath: 29)

Rasulullah s.a.w. paling banyak beribadah dan paling bertaqwa, tanpa melupakan tanggungjawab terhadap kewajipan manusia yang lain. tsteri baginda Aishah hairan kerana baginda begitu tekun beribadah kepada Allah S.W.T. Pada suatu ketika 'Aishah bertanya, mengapa baginda begitu tekun dan kuat beribadah, pada hal Allah S.W.T. sedia mengampuni dosa baginda yang terdahulu dan terkemudian. Rasuluilah s.a.w. menjawab, yang bermaksud:

'Tidakkah aku ingin dirinya menjadi hamba yang bersyukur.' (Riwayat Bukhari dan Muslim)

'Demi sesungguhnya, jika kamu bersyukur, nescaya aku akan tambahi ni'matku kepada kamu dan demi sesungguhnya, jika kamu kufur ingkar sesungguhnya azabku amatiah keras'.

(Ibrahim: 7)

Rasuluilah s.a.w. adalah contoh manusia yang bersyukur kepada Allah S.W.T. dan kesyukurannya itu dilafazkan menerusi amalan ibadahnyakepadaallah S.W.T. lni ditambahi pula dengan ingatan yang tidak putus-putus terhadap Allah dan menjadikan seluruh kehidupannya dalam suasana beribadah kepada Allah S.W.T. semata-mata.

Muslim Berakhlak Mulia dengan Sesama



Al-Qurran dan al-Sunnah yang menterjemahkan ajaran al-Ouran ke dalam realiti kehidupan, menggariskan akhlak-akhlak mulia dalam hubungan antara sesama orang-orang beriman, secara terperinci.

Hubungan antara sesama orang beriman itu diasaskan kepada persaudaraan. Persaudaraan yang sentiasa digerak dan dihidupkan, diperbaiki dan diperkukuhkan. Allah S.W.T. berfirman yang bermaksud:

'Sebenarnya orang-orang yang beriman itu adalah bersaudara, maka damaikaniah diantara dua saudara kamu'.

(al-Hujuraat.. 10)

'Perumpamaan orang-orang yang beriman itu dari segi saling berkasih sayang dan berkasihan belas, adalah seperti jasad apabila satu anggota mengadu sakit, membawa seluruh jasad turut berjaga malam dan demam'. (RiwayatAhmad)

Perasaan kasih-sayang terhadap sesama umat islam adalah komponen yang membentuk iman. Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya mestilah mengandungi perasaan kasih kepada kedua-duanya. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

'Tidak beriman seseorang kamu sehingga Allah dan Rasul-Nya lebih dikasihinya daripada yang lain dari keduanya'. (RiwayatAhmad)

Dalam hubungan ini, kasih kepada orang beriman telah dikaitkan dengan kesempurnaan iman. lni menunjukkan bagaimana pentingnya nilai kasih sayang itu dalam kehidupan dan pergaulan sesama orang-orang beriman. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

'Tidak sempurna iman seseorang kamu sehinggalah ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya.

(Riwayat Ahmad, At-Tirmizi dan AI-Hakim)

Nilai kasih sayang yang disemai dalam diri para mu'min sebagai menyambut arahan Allah dalam al-Quran dan ajaran Rasuluilah dalam sunnahnya. la bertujuan untuk membina dan membentuk akhlak murni di kalangan orang-orang beriman dalam pergaulan antara sesama mereka. Pertemuan dan perjumpaan antara sesama Islam hendaklah dalam keadaan wajah yang berseri-seri dan manis, yang dijelmakan dalam senyuman. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

'Melemparkan senyuman kepada wajah saudaramu adalah sedekah.'

(Riwayat At-Tirmizi)

lni diikuti dengan mengucap selamat serta memberi salam untuk memulakan hubungan dan pertemuan. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

'...Sebarkantah salam di kalangan kamu'.

(Riwayat Muslim)

Keburukan yang dilakukan oleh seseorang mu'min hendaklah disembunyikan. Jika keburukan itu berkaitan dengan pencabulan terhadap keadilan, ia hendaklah diadili di mahkamah dan dihukum jika thabit kesalahan. Walau bagaimanapun berita mengenai kesalahan dan hukuman yang dikenakan tidak boleh didedah dan disebarkan untuk dijadikan bahan perbualan orang ramai. Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

'Sesiapa yang menutup keaiban seseorang Islam Allah menutup keaibannya didunia dan diakhirat'.

(Riwayat Muslim, Ahmad dan Abu Daud)

Seterusnya orang-orang yang beriman dilarang berperangai suka menyebarkan berita tanpa dipastikan kebenarannya, suka mencela dan mengkritik, suka melaknat dan mengeluarkan kata-kata buruk dari mulutnya. Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

'Memadai seseorang itu berdusta apabila ia berbicara tentang apa sahaja yang didengarnya'.

(Riwayat Muslim)

Mengenai budaya suka mengecam, mengerdik dan melaknat, Rasuluilah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

'Bukaniah seorang beriman itu seorang yang suka mengecam, suka melaknat, suka mengeluarkan kata buruk dan kesat'.

(Riwayat Bukhari dan Ahmad)

Orang-orang Islam dilarang menghina sesama orang-orang Islam. Sebaliknya mereka hendaklah saling hormat menghormati. Rasulullah s.a.w. bersabda yang bermaksud:

'Cukup seseorang itu menjadi jahat dengan ia menghina saudara muslimnya

(RiwayatAt-Tirmizi)

Orang – Orang Mulia

1.Orang yang mulia gemar memaafkan kesalahan orang. Memafkan bukan karena tidak sanggup untuk membalas. Namun memaafkannya di saat ia kuasa untuk menjatuhkan hukuman balasan. Kita tahu bahwa Rasulullah saw dan para shahabatnya diusir dari rumah dan kampung halaman mereka. Namun saat Rasulullah saw menguasai mereka dengan futuhnya Mekkah ke tangan kaum muslimin Rasulullah saw bukannya membalas permusuhan dan kebencian mereka dengan pembalasan yang setimpal. Justru yang diucapkan oleh Beliau saw adalah apa yang diucapkan Yusuf as kepada saudara-saudaranya yang dulu pernah memasukkannya ke dalam sumur.

2.Orang mulia gemar berbuat mulia. Terutama terhadap orang-orang yang lemah. Kaum wanita adalah kaum lemah dibanding kaum adam. Maka sudah sepantasnya jika kaum laki-laki berkewajiban mengayomi, melindungi dan memuliakan kaum wanita. Mereka adalah ibu, anak, saudari, bibi, nenek, cucu dari kaum laki-laki. Boleh jadi diantara mereka adalah guru atau murid kita juga. Maka Nabi saw bersabda, “Tidaklah seseorang memuliakan wanita melainkan ia adalah orang yang mulia. Dan tidaklah seseorang menghinakan kaum wanita melainkan ia adalah orang yang tercela.”

3.Orang yang mulia menghindarkan diri dan berpaling dari orang-orang bodoh dan kaum musyrikin. Ia berteman hanya dengan orang-orang yang shaleh dan beriman. Dari itu Rasulullah saw diperintah berpaling dari mereka yang jahil dan musyrik. Beliaupun juga bersabda, “Seseorang itu berada dalam agama teman dekatnya…” Beliau hijrah pun untuk terpisah dengan orang-orang jahiliyah dan musyrik Mekkah ke negerinya orang-orang beriman di Madinah.

4.Meninggalkan perbuatan yang sia-sia. Itulah tanda kebaikan keislaman seseorang yang sekaligus sebagai tanda kemuliaannya. Ia tidak menyia-nyiakan umurnya berlalu tanpa makna. Sabda beliau saw, “Min husni Islamil Mar-I tarkuhu maa laa ya’niyhi.”

5.Gemar melakukan shadaqah. Sikap dermawan disebut sebagai al karom. Orang yang gemar bersedekah di sebut al kariim. Al kariim itu sendiri bermakna orang yang mulia juga. Dari itu adalah suatu hal yang tak terpisahkan jika Rasulullah saw adalah orang termulia, maka beliaupun adalah orang yang paling dermawan pula (ajwadannaas). Terlebih-lebih di saat bulan Ramadhan. Di sisi lain beliaupun makan dari hasil kerja sendiri, zuhud terhdap apa yang ada pada manusia, tamak terhadap apa yang di sisi Allah swt, haram menerima sedekah, halal menerima hadiah. Itulah sebaik-baik teladan. Karena tangan di atas lebih mulia dari tangan di bawah. Sedekah diberikan oleh yang berada untuk yang papa. Adapun hadiah, maka hanya diberikan untuk orang-orang yang berprestasi lagi mulia.

Jakarta 4/12/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman