Rabu, 10 Desember 2014

PERBUATAN MANUSIA Tidak Bebas




ANTARA TUHAN DAN MANUSIA


Sejarah Kemunculan Asy’ariyah
Nama lengkap al-Asy’ari adalah Abu Hasan Ali bin Isma’il bin Ishaq bin alim bin Ismail bin usa bin Bilal bin Abi Bardah bin Abi Musa Al-Asy’ari. menurut beberapa riwayat, Al-Asy’ari lahir di bashrah pada tahun 260 H/875 M. Ketika berusia lebih dari 40 tahun, ia hijrah ke kota Baghdad dah wafat di sana pada tahun 324 H935 M. (Harun Nasution, 2009: 120)
Al-Asy’ari menganut faham Mu’tazilah hanya sampai ia berusia 40 tahun. Setelah itu, secara tiba-tiba ia mengumumkan dihadapan jama’ah mesjid Bashrah bahwa dirinya telah meninggalkan faham Mu’tazilah dan menunjukan keburukan-keurukannya. Menurut Ibn Asakir, yang melatar belakangi Asy’ariyah meninggalkan faham Mu’tazilah adalah pengakuan Asy’ari telah bermimpi bertemu Rasulullah SAW. sebanyak tiga kali, yaitu pada malah ke-10, ke-20, dan ke30 bulan Ramadhan. Dalam tiga mimpinya itu, Rasulullah memperingatkannya agar meninggalkan faham Mu’tazilah dan membela faham yang telah diriwayatkan dari beliau.(Abdul Rozak dan Rasihan Anwar, 2010: 120)
Dalam faham Asy’ari, manusia ditempatkan pada posisi yang lemah. Ia diibaratkan anak kecil yang tidak memiliki pilihan dalam hidupnya. Oleh karena itu Aliran ini lebih dekat dengan faham jabariyah daripada faham Mu’tazilah. Untuk menjelaskan dasar pijakannya, Asy’ari memakai teori Al-kasb (acquisition, perolehan), segala sesuatu terjadi dengan perentaraan daya yang diciptakan, sehingga menjadi perolehan dari muktasib (yang memperoleh kasb) untuk melakukan perbuatan, dimana manusia kehilangan keaktifan, yang mana manusia hanya bersikap pasif dalam perbuatan-perbuatannya. Untuk membela keyakinan tersebut Al-Asy’ari mengemukan dalil Al-qur’an yang artinya : “Tuhan menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat” (Q.S. Ash-shaffat : 96)
Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya, dengan demikian Kasb mempunyai pengertian penyertaan perbuatan dengan daya manusia yang baru. Ini implikasi bahwa perbuatan manusia dibarengi kehendaknya, dan bukan atas daya kehendaknya.
Ajaran-Ajaran Aliran Asy’ariyah
Asy’ariyah adalah nama aliran yang namanya dinisbatkan kepada Abu Musa al-Asy’ari. Memang Asy’ari adalah penganut bahkan tokoh yang sangat terkemuka Mu’tazilah, namun pada usia 40 tahun ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW dan menyuruhnya untuk meninggalkan aliran Mu’tazilah.. Ajaran-ajaran yang diberikan aliran ini antara lain:
1.Tuhan dan sifat-sifatnya
Asy’ariyah berpendapat bahwa Allah memang memiliki sifat, seperti mempunyai tangan dan kaki, dan ini tidak boleh diartikan secara harfiah, melainkan secara simbolis, mereka beranggapan bahwa sifat Allah itu unik dan tidak sama dengan sifat yang ada pada diri manusia.
2.Kebebasan dalam berkehendak
Asy’ariyah berpendapat bahwa kebebasan dalam berkehendak itu terbagi antara khaliq dan kasb. Menurutnya Allah sendiri adalah pencipta (khaliq) perbuatan manusia, sedangkan manusia sendiri yang mengupayakannya (muktasib). Hanya Allahlah yang mampu menciptakan segala sesuatu (termasuk keinginan manusia).
3.Akal dan wahyu serta kriteria baik dan buruk
Asy’ariyah berpendapat bahwa akal dan wahyu itu sangat penting, tetapi mereka lebih mengutamakan wahyu. Mereka berpendapat bahwa menentukan yang baik dan buruk itu ditentukan dengan wahyu.
4.Qadimnya Quran
Mereka berpendapat bahwa walaupun al-Quran  terdiri dari dari kata-kata, huruf dan bunyi, semua itu tidak melekat pada esensi Allah dan karenanya tidak Qadim. Nasutionpun mengatakan bahwa al-Quran bagi Asy’ariyah tidaklah diciptakan, sebab kalau ia diciptakan sesuai dengan ayat.                                    
     40): النحل) إِنَّمَا قَوْلُنَا لِشَيْءٍ إِذَا أَرَدْنَاهُ أَنْ نَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ
Artinya:”Jika kami menghendaki sesuatu, kami sersabda, “Terjadilah” maka ia pun terjadi”. (an-Nahl: 40)
5.Melihat Tuhan
Al-Asy’ari berpendapat bahwa Tuhan dapat dilihat nanti di akhirat, mereka juga berpendapat bahwa Tuhan itu bersemayam diatas arsy. Tetapi Tuhan dapat dilihat jika ia menghendakinya, jika ia tidak menghendaki maka dia tidak terlihat.
6. Keadilan Tuhan
Asy’ariyah berpendapat bahwa Tuhan itu adil.tetapi ia tidak mempunyai keharusan untuk menyiksa orang yang berbuat salah dan memberi pahala kepada orang yang berbuat baik. Menurutnya Allah tidak memounyai keharusan apapun karena ia adaalh penguasa mutlak.
7.Kedudukan orang yang berdosa besar
Asy’ariyah berpendapat bahwa mukmin yang berdosa besar ialah mukmin yang fasik, sebab iman tidak mungkin hilang karena dosa selain kufur, iman merupakan lawan dari kafir.
Menurut Asy’ariyah Perbuatan Tuhan itu menyangkut beberapa aspek, diantaranya:  Tuhan tidak terikat dengan kewajiban, Tuhan bebas untuk berkehendak, tanpa wahyu manusia tidak bias membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji, Tuhan menciptakan perbuatan manusia tapi manusia yang punya andil untuk memilih kasabnya (kasb/muktasabih), Tuhan mempunyai sifat yang tidak sama dengan sifat manusia, kehendak Tuhan itu adalah mutlaq, Tuhan itu adil bisa berbuat dan membuat hukum sesuai dengan kehendaknya sendiri.
Perbuatan Tuhan Menurut Asy’ariyah
Sebagai sosok pencipta, Tuhan melaksanakan segala kehendaknya , Tuhan pasti melakukan berbagai perbuatan, perbuatan Tuhan telah dijelaskan oleh berbagai golongan tertentu didalam islam. Diantara perbuatan tuhan menurut Asy’ariyah ialah:
1.Kewajiban-kewajiban Tuhan terhadap Manusia
Bagi kaum Asy’ariyah, Tuhan mempunyai kekuasaan dan kehendak mutlak, tanpa ada yang membatasinya. Allahlah pencipta semua perbuatan manusia, dan dialah yang mengatur segala sesuatu, yang baik atau yang buruk, perbuatan manusia itu bukan diwujudkan oleh manusia sendiri, tetapi diwujudkan atau hakikatnya adalah diciptakan oleh Tuhan itu dinamakan kasab.
Jadi paham Asy’ariyah bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan dan kehendak yang mutlak itu mengandung arti bahwa Tuhan itu tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap makhluknya. Tidak ada satupun kewajiban bagi Allah. Allah tidak berkewajiban memberi pahala kepada yang ta’at menjalankan ibadah, dan Allahpun tiak berkewajiban memberikan adzab orang yang berbuat dosa besar kepadanya. Semuanya tergantung kepada mekuasaan dan kehndak mutlak Tuhan. Al-Ghazali mengatakan: manusia adalah ciptaan Tuhan; dan dia bebas memperlakukan mereka menurut kehndaknya. Karena itu tidaklah menjadi soal bagi Allah seandainya dia menganpuni semua orang kafir dan mengadzab semua orang mukmin. Sebab memberi pahala kepada orang-orang mukmin itu bukan menjadi kewajiban Allah, tetapi hanya kehendak mutlak Tuhan semata-mata. Tuhan boleh saja melarang apa yang telah diperintahkannya dan boleh juga ia memerintahkan apa yang dilarangnya. Tidak ada larangan apapun bagi Tuhan. Ia dapat berbuat apa saja menurut kehendaknya dan dia tidak bertanggung jawab atas semua perbuatannya, Tuha maha kuasa dan dapat berbuat apa saja yang disukainya,sesuai dengan kekuasaan dan kehendak mutlaknya.
Sebaliknya manusia adalah makhluk yang serba terpaksa dalam segala perbuatannya oleh kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Segala sesuatu yang dating dari Tuhan. Apabila manusia berbuat baik, perbuatan itu sudah ditentukan oleh Tuhan, sesuai dengan rahmatnya, dan apabila manusia berbuat jahat, maka perbuatan itulah perbuatan yang dikehndaki oleh Tuhan, sesuai dengan keadilannya.
Menurut kaum Asy’ariyah, segala sesuatu yang terjadi dalam alam semesta ini, termasuk perbuatan  manusia, adalah hasil dari perbuatan Allah yang telah ditentukan sejak azali, yaitu sebelum terciptanya alam ini. Manusia tidak dapat merubah ketentuan Allah yang demikian itu, sebab manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam penciptaan perbuatanya. Hanya Allah sajalah pencipta semua makhluk dan pencipta perbuatan semua makhluknya, baik perbuatan baik maupun perbuatan yang buruk. Tidak ada pencipta lain selain dia.
2. Berbuat baik dan terbaik
Bagi kaum Asy’ariyah, paham al-shalah wa al-ashlah ini tidak dapat diterima, karena paham tersebut bertentangan dengan paham kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Hal ini ditegaskan oleh Al-Ghazali yang mengantakan bahwa Tuhan tidak berbuat baik dan terbaik bagi manusia.
3.Sifat-sifat Tuhan
Bagi kaum Asy’ariyah, pendapat kaum Mu’tazilah  ini tidak dapat diterima. Mereka berpendapat bahwa Tuhan mempunyai sifat. Menurut mereka, mustahil Tuhan mengetahui dengan dzatnya. Karena dengan demikian dzatnya adalah pengetahuan dan Tuhan sendri adalah pengetahuan. Tuhan bukan pengetahuan (‘ilm), tetapi yang mengetahui (‘alim). Tuhan mengetahui dengan pengetahuan, dan pengetahuannya itu bukanlah dzatnya, tetapi sifatnya. Demikian pula dengan sifat-sifat yang lain seperti: hidup, berkuasa, mendengar, melihat dan sebagainya. Menurut al-Bagdadi, dalam kalangan kaum Asy’ariyah telah terdapat kesempatan, bahwa pengetahuan, hidup, kemampuan, pendengaran, penelihatan dan firman Tuhan adalah kekal, dan sifat-sifat tersebut tidak sama dengan dzat Tuhan atau esensi Tuhan, tetapi berwujud dalam esensi itu sendiri. Sifat-sifat itu bukanlah Tuhan, tetapi tidak pula lain dari Tuhan. Karena sifat-sifat itu tidak lain dari Tuhan, maka adanya sifat-sifat itu tidak akan membawa kepada keyakinan kepada banyak yang kekal, sehingga tidak perlu khawatir akan jatuh kepada kemusyrikkan.
4. Pelaku dosa besar
Asy’ariyah berpendapat bahwa pelakku dosa besar  tidaklah menjadi kafir jika dia termasuk ahli tauhid yang ikhlas. Tapi ia adalah mukmin dengan keimanannya dan fasik dengan dosa besarnya, dan dia berada  di bawah kehendak Allah. Apabila kehendaknya, dia mengampuninya dan apabila dia berkehendak pula, maka ia menyiksa dineraka karena dosanya, kemudian ia mengeluarkannya dan tidak menjadikannya kekal di neraka.
5. Pengiriman Rasul
Dalam teologi kaum Asy’ariyah mempunyai arti penting menolak sifat wajibnya pengiriman demikian, karena hal itu bertentangan dengan keyakinan mereka bahwa Tuhan tidak mempunyai kewajiban apa-apa terhadap manusia. Paham serupa ini dapat membawa akibat tidak baik.setidaknya Tuhan tidak mengutus Rasul kepada manusia, hidup mereka akan mengalami kekacauan, karena tanpa wahyu manusia tidak dapat membedakan perbuatan baik dan perbuatan buruk. Manusia dalam hal demikian berbuat apa saja yang dikehendakinya, tetapi sesuai dengan paham Asy’ariyah tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, hal ini tidak menjadi persoalan dalam teologi mereka. Tuhan berbuat apa saja yang dikehendakinya. Kalau ia menghendaki manusia hidup dalam masyarakat kacau, itu tidak apa-apa. Tuhan dalam paham Asy’ariyah tidak berbuat untuk kepentingan manusia.
6. Janji dan ancaman
Bagi kaum Asy’ariyah paham ini tidak dapat berjalan sejajar dengan keyakinan mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dan tentang tidak adanya kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan. Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits.
Tetapi disini timbul persoalan bagi kaum Asy’ariyah, karena dalam al-Quran telah dikatakan dengan tagas bahwa siapa yang berbuat baik akan masuk surga dan siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka. Untuk mengatasi ini, kata-kata Arab man, allazna dan sebagainya yang menggambarkan arti siapa, oleh Asy’ariyah sendiri diberi interpretasi “bukan semua orang, tetapi sebagian. Dengan demikian kata “siapa” dalam ayat “Barang siapa yang memakan harta anak yatim piatu dengan cara tidak adil, maka sesungguhnya ia menelan api masuk ke perutnya” mengandung arti bukan seluruh tapi sebagian orang yang berbuat demikian. Dengan kata lain yang diancam akan mendapat hukuman bukan semua orang tapi sebagian orang yang memakan harta anak yatim piatu. Yang sebagian akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Dengan interpretasi demikianlah Asy’ariyah mengatasi persoalan wajibnya Tuhan menepati janji dan menjalankan ancaman.
Bagi kaum Asy’ariyah paham ini tidak dapat berjalan sejajar dengan keyakinan mereka tentang kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan dan tentang tidak adanya kewajiban-kewajiban terhadap Tuhan. Tuhan tidak mempunyai kewajiban menepati janji dan menjalankan ancaman yang terdapat dalam al-Quran dan Hadits.
Tetapi disini timbul persoalan bagi kaum Asy’ariyah, karena dalam al-Quran telah dikatakan dengan tagas bahwa siapa yang berbuat baik akan masuk surga dan siapa yang berbuat jahat akan masuk neraka. Untuk mengatasi ini, kata-kata Arab man, allazna dan sebagainya yang menggambarkan arti siapa, oleh Asy’ariyah sendiri diberi interpretasi “bukan semua orang, tetapi sebagian. Dengan demikian kata “siapa” dalam ayat “Barang siapa yang memakan harta anak yatim piatu dengan cara tidak adil, maka sesungguhnya ia menelan api masuk ke perutnya” mengandung arti bukan seluruh tapi sebagian orang yang berbuat demikian. Dengan kata lain yang diancam akan mendapat hukuman bukan semua orang tapi sebagian orang yang memakan harta anak yatim piatu. Yang sebagian akan terlepas dari ancaman atas dasar kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Dengan interpretasi demikianlah Asy’ariyah mengatasi persoalan wajibnya Tuhan menepati janji dan menjalankan ancaman.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ahmad, Mohammad. Tauhid Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Media. 1998.
Rozak, Abdul, Rosihon Anwar. Ilmu Kalam. Bandung: CV Pustaka Media. 2011.
Sarjoni, ILMU KALAM “Perbandingan Antar Aliran : Perbuatan Tuhan  dan Perbuatan Manusia”,
JAKARTA 11/12/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman