Kamis, 08 Januari 2015

KIPRAH UMAT Islam




ISLAM AGAMA UNIVERSAL ? 

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agamamu.” (Q.S. Al-Maidah (5): 3)
Allah adalah pemilik kerajaan langit dan bumi serta
apa yang terdapat antara keduanya (QS Al-Ma-idah [5]:
18). 
Katakanlah, "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, engkau
anugerahkan kekuasaan bagi siapa yang Engkau
kehendaki dan mencabut kekuasaan dari siapa yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau
kehendaki, dan Engkau hinakan siapa yang Engkau
kehendaki, dalam tangan-Mu segala kebaikkan,
sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."
(QS Ali Imran [3]: 26).
Muqaddimah
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kongres Umat Islam Indonesia (KUII) VI yang akan digelar pada 8-11 Februari 2014 fokus pada tiga isu utama yang berkaitan erat dengan kiprah umat Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
"Beberapa fokus diberi perhatian khusus dan intens dibawa dalam KUII VI ini untuk penguatan umat Islam di Indonesia," kata Ketua Panitia Pengarah KUII VI Slamet Effendy Yusuf saat jumpa pers di Kantor Majelis Ulama Indonesia di Menteng, Jakarta, Kamis (8/1).
Tiga fokus utama itu, pertama, bidang politik. Menurut dia, penguatan politik umat Islam harus diterjemahkan dalam arti luas, bukan hanya lewat partai politik tapi melalui kiprah yang baik di panggung politik nasional. Dengan begitu, hak-hak umat Muslim dapat tersalurkan dengan lebih baik lagi.

"Berbicara politik umat Islam dan Indonesia kami berupaya meletakkan secara sejajar antara Islam dan ke-Indonesiaan. Tidak perlu kita keluar dari kerangka yang ada," kata dia.
Fokus kedua KUII VI, masih kata dia, adalah ekonomi. Perkembangan ekonomi dikatakannya cenderung membuat umat Muslim terpinggirkan meski belakangan ekonomi relatif mengalami kemajuan.
Terakhir, fokus kongres ini adalah sektor sosial dan budaya
. Belakangan, sosial dan budaya Muslim sudah kurang terlihat ke permukaan atau terganti oleh ciri peradaban di luar Islam.
Memahami Politik, Ekonomi dan Sosial ?
Islam adalah agama syumul, lengkap dengan petunjuk untuk mengatur semua aspek kehidupan. Dalam lapangan politik, kekuasaan tertinggi (disebut kedaulatan) ada di tangan Allah, manusia hanya sebagai pelaksana kedaulatan itu.
Islam memandang kekuasaan dalam pengertian yang transenden, kekuasaan dalam pengertian ini harus dapat dipertanggungjawabkan kepada sang Khalik. Manusia tidak semena-mena untuk menjalankan kekuasaan, karena manusia adalah perpanjangan tangan sang Khalik di muka bumi.
Kata politik pada mulanya terambil dari bahasa Yunani dan atau
Latin  politicos  atau  politõcus  yang  berarti  relating  to
citizen. Keduanya berasal dari kata polis yang berarti kota.

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata politik  sebagai
"segala   urusan   dan   tindakan   (kebijakan,   siasat,  dan
sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap  negara
lain."  Juga  dalam  arti  "kebijakan,  cara  bertindak (dalam
menghadapi atau menangani satu masalah)."

Dalam kamus-kamus bahasa Arab modern,  kata  politik  biasanya
diterjemahkan dengan kata siyasah. Kata ini terambil dari akar
kata   sasa-yasusu    yang    biasa    diartikan    mengemudi,
mengendalikan,  mengatur,  dan sebagainya. Dari akar kata yang
sama ditemukan kata sus yang berarti penuh kuman,  kutu,  atau
rusak.

Katakanlah, "Wahai Tuhan pemilik kekuasaan, engkau
anugerahkan kekuasaan bagi siapa yang Engkau
kehendaki dan mencabut kekuasaan dari siapa yang
Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau
kehendaki, dan Engkau hinakan siapa yang Engkau
kehendaki, dalam tangan-Mu segala kebaikkan,
sesungguhnya Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu."
(QS Ali Imran [3]: 26).
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kamu menunaikan amanat kepada yang berhak menerimanya dan (memerintahkan kebijaksanaan) di antara kamu supaya menetapkannya dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah maha mendengar lagi maha melihat. Wahai orang-orang yang beriman Taatilah Allah, taatilah rasul, dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berselisih tentang sesuatu, maka kembalikan kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (Sunnah) jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) lagi lebih baik akibatnya “(QS. An-Nisa : 58-59)
Kekuasaan yang berorientasi pemerintahan (kekuasaan Politik) yang mempunyai mekanisme politik tertuang di dalam Al-Qur’an  (Shaad:26) :
”Hai Daud, Sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, Maka berilah Keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, Karena mereka melupakan hari perhitungan.
Kekuasaan politik (pemerintahan) juga tertuang di dalam surat Al-Baqarah ayat 21 :
Sayid Quthub menjelaskan beberapa makna yang terdapat dalam ayat tersebut. Ia menegaskan bahwa ayat tersebut menunjukkan posisi mulia manusia, terkandung isyarat adanya kehendak luhur yang hendak menyerahkan kendali kepemimpinan di bum kepada makhluk manusia. Kepada Manusia pula pelaksanaan kehendak Sang maha Pencipta diserahkan. Kehendak Allah Swt dalam menggali apa yang ada di bumi baik yang berupa kekuatan, potensi, kandungan, maupun bahan mentahnya untuk kepentingan manusia dalam rangka penunaian amanah yang telah diserahkan kepadanya serta menundukkan semua itu dengan Izin Allah Swt untuk tugas besar yang serahkan oleh Allah Kepadanya.
Al-Ghazali menegaskan, “Agama adalah poros, dan penguasa adalah penjaga, dan sesuatu yang tidak ada penjaganya akan hancur. Aktualisasi nilai-nilai islam dapat terlaksana dengan sempurna apabila kaum muslimin memiliki otoritas dan kekuasaan untuk mewujudkan kemashlahatan.
Apabila kamu telah selesai shalat (Jumat) maka
bertebaranlah di bumi, dan carilah fadhl
(kelebihan/rezeki) Allah (QS A1-Jumu'ah [62]: 10).
Di bidang ekonomi di kenal istilah teori kapitalisme dan teori sosialisme, dua teori yang saling bertentangan. Teori kapitalis sebuah sistem penganutnya memiliki faham individualisme yang tinggi, dengan meyakini pemilik modal bisa melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar besarnya, dimana pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar guna keuntungan bersama.  Sebaliknya sistem ekonomi sosialisme, masyarakat dianggap sebagai satu satunya kenyataan sosial,sedang individu fiksi belaka, tidak ada pengakuan atas hak hak pribadi (individu). Peran Pemerintah sangat kuat, alat alat produksi dan kebijaksanaan ekonomi di atur oleh negara, warga masyarakat cendrung dianggap mesin/alat produksi.

Dua teori ekonomi tersebut kering  dari nilai nilai Islam. Dalam ajaran Islam aktivitas ekonomi sebagai bagian dari ibadah ghairu mahdlah atau muamalah,aktivitas ekonomi adalah bagian dari cara manusia mendekatkan diri kepada Allah. Dalam kegiatan ekonomi perlu di aktualisasikan nilai nilai yang di ajarkan Al Quran dan Sunnah. Kekayaan uang dan harta adalah sesuatu yang baik untuk mendukung kehidupannya, tetapi perolehan dan penggunaannya haruslah dengan baik pula, tanpa memperhatikan itu manusia akan mengalami kesengsaraan dalam hidupnya. Pesan utama Al Quran dalam mu’malah keuangan atau aktivitas ekonomi “Wahai orang yang beriman, janganlah kamu memakan atau melakukan interaksi keuangan diantara kamu secara batil.....(QS Al-Baqarah,ayat 188).
Perilaku ekonomi dalam pandangan Al Quran,dengan mengatualisasikan nilai-nilai Ihsan,seorang muslim akan meyakini bahwa harta benda yang dimilikinya, bukanlah hak mutlak pribadi, tetapi merupakan titipan Allah yang sewaktu akan di tarik Nya kembali, dan harus di belanjakan di jalan Allah. Didalam harta pribadi seseorang ada hak orang lain, yaitu anak yatim dan fakir miskin, seseorang yang mempunyai kemampuan ekonomi, tapi tidak mempedulikan anak yatim dan fakir miskin, adalah Pendusta Agama (QS.Al Maun). Kemudian nilai kebersamaan dan persaudaraan, kepedulian terhadap sesama. Dalam sebuah hadis dikatakan, tidak benar Iman seseorang, apabila dia tidur kekenyangan sementara tetangganya kelaparan. Nilai keadilan juga harus menjiwai aktivitas ekonomi seseorang, sekali gus juga menghormati hak-hak orang lain.

Disisi lain, keberhasilan para pengusaha bukan hanya disebabkan oleh usahanya sendiri, tetapi terdapat partisipasi orang lain atau masyarakat. Para pengusaha membutuhkan pembeli agar hasil produksinya atau barang dagangannya terjual. Petani membutuhkan irigasi demi kesuburan tanamannya, para pengusaha membutuhkan keamanan untuk kelancaran roda perdagangannya, pedagang membutuhkan pembeli. Apapun aktivitas ekonomi tidak bisa dilakukan  oleh individu sendiri, dibutuhkan orang lain secara bersama sama melancarkan kegiatan ekonomi. Maka wajar Allah memerintahkan kita untuk menyisihkan sebahagian dari harta benda yang dalam gegamanya (miliknya), untuk kepentingan masyarakat umum. Dari sini agama menetapkan keharusan adanya fungsi sosial dari harta kekayaan.  Atas dasar itu pula Al Quran menolak dengan tegas yang menjadikan kekayaan hanya berkisar pada orang orang atau kelompok tertentu. Hal ini ditegaskan pada QS.Al-Hasyr, ayat 7” .....Supaya harta itu tidak hanya beredar pada orang orang kaya saja di antara kamu....”.(jambiupdate.com)
Pandangan  Al-Quran  terhadap  uang  atau  harta  seperti yang
dikemukakan sekilas  ini,  bertitik  tolak  dari  pandangannya
terhadap   naluri   manusia.   Seperti   diketahui,   Al-Quran
memperkenalkan agama Islam antara lain  sebagai  agama  fitrah
dalam  arti  ajaran-ajarannya sejalan dengan jati diri manusia
serta naluri positifnya. Dalam  bidang  harta  atau  keuangan,
Kitab Suci umat Islam secara tegas menyatakan:

Telah menjadi naluri manusia kecintaan kepada lawan
seksnya, anak-anak, serta harta yang banyak berupa
emas, perak, kuda piaraan, binatang ternak, sawah, dan
ladang (QS Ali 'Imran [3]: l4).

"Harta  yang  banyak"  oleh  Al-Quran  disebut   "khair"   (QS
Al-Baqarah  [2): 180), yang arti harfiahnya adalah "kebaikan".
Ini bukan saja berarti bahwa  harta  kekayaan  adalah  sesuatu
yang  dinilai  baik,  tetapi  juga  untuk mengisyaratkan bahwa
perolehan dan penggunaannya  harus  pula  dengan  baik.  Tanpa
memperhatikan   hal-hal   tersebut,   manusia  akan  mengalami
kesengsaraan dalam hidupnya.
“Dan Allah menghalalkan jual beli.” (Q.S. Al-Baqarah/2: 275).
Jakarta 8/1/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman