ULAMA PEWARIS PARA NABI
?
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR
At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu
إِنَّ اللهَ لاَ يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعاً يَنْتَزِعُهُ مِنَ الْعِباَدِ، وَلَكِنْ بِقَبْضِ الْعُلَماَءِ. حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عاَلِماً اتَّخَذَ النَّاسُ رُؤُوْساً جُهَّالاً فَسُأِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dengan
mencabutnya dari hamba-hamba. Akan tetapi Dia mencabutnya dengan
diwafatkannya para ulama sehingga jika Allah tidak menyisakan seorang alim pun,
maka orang-orang mengangkat pemimpin dari kalangan orang-orang bodoh. Kemudian
mereka ditanya, mereka pun berfatwa tanpa dasar ilmu. Mereka sesat dan
menyesatkan.” (HR. Al-Bukhari no. 100 dan Muslim no. 2673)
Muqaddimah
“Sesungguhnya
ulama adalah pewaris para nabi. Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan
dirham. Sungguh mereka hanya mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan
tersebut ia telah mengambil bagian yang banyak.” (Hadits ini diriwayatkan
Al-Imam At-Tirmidzi di dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya
(5/169), Ad-Darimi di dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di
dalam Muqaddimahnya dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh
Al-Albani t mengatakan: “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud
no. 3096, Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182,
dan Shahih At-Targhib, 1/33/68)
Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali mengatakan: “Kebijaksanaan Allah atas makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya yang mutlak atas mereka. Maka barang siapa yang mendapat hidayah maka itu wujud fadhilah (keutamaan) dari Allah dan bentuk rahmat-Nya. Barangsiapa yang menjadi tersesat, maka itu dengan keadilan Allah dan hikmah-Nya atas orang tersebut. Sungguh para pengikut nabi dan rasul menyeru pula sebagaimana seruan mereka. Mereka itulah para ulama dan orang-orang yang beramal shalih pada setiap zaman dan tempat, sebab mereka adalah pewaris ilmu para nabi dan orang-orang yang berpegang dengan sunnah-sunnah mereka. Sungguh Allah telah menegakkan hujjah melalui mereka atas setiap umat dan suatu kaum dan Allah merahmati dengan mereka suatu kaum dan umat. Mereka pantas mendapatkan pujian yang baik dari generasi yang datang sesudah mereka dan ucapan-ucapan yang penuh dengan kejujuran dan doa-doa yang barakah atas perjuangan dan pengorbanan mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya atas mereka dan semoga mereka mendapatkan balasan yang lebih dan derajat yang tinggi.” (Al-Manhaj Al-Qawim fi At-Taassi bi Ar-Rasul Al-Karim hal. 15)
Asy-Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al-Madkhali mengatakan: “Kebijaksanaan Allah atas makhluk-Nya dan kekuasaan-Nya yang mutlak atas mereka. Maka barang siapa yang mendapat hidayah maka itu wujud fadhilah (keutamaan) dari Allah dan bentuk rahmat-Nya. Barangsiapa yang menjadi tersesat, maka itu dengan keadilan Allah dan hikmah-Nya atas orang tersebut. Sungguh para pengikut nabi dan rasul menyeru pula sebagaimana seruan mereka. Mereka itulah para ulama dan orang-orang yang beramal shalih pada setiap zaman dan tempat, sebab mereka adalah pewaris ilmu para nabi dan orang-orang yang berpegang dengan sunnah-sunnah mereka. Sungguh Allah telah menegakkan hujjah melalui mereka atas setiap umat dan suatu kaum dan Allah merahmati dengan mereka suatu kaum dan umat. Mereka pantas mendapatkan pujian yang baik dari generasi yang datang sesudah mereka dan ucapan-ucapan yang penuh dengan kejujuran dan doa-doa yang barakah atas perjuangan dan pengorbanan mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya atas mereka dan semoga mereka mendapatkan balasan yang lebih dan derajat yang tinggi.” (Al-Manhaj Al-Qawim fi At-Taassi bi Ar-Rasul Al-Karim hal. 15)
Jika
ditelusuri defenisi ulama dari para ulama itu sendiri kita akan menemukan
beragam pengetian ulama diantaranya sebagai berikut:
“Ulama adalah orang yang ilmunya menyampaikan mereka
kepada sifat takut kepada Allah” (Asy-Syaikh
Ibnu ‘Utsaimin).
“Mereka (para ulama) adalah orang-orang yang menjelaskan segala
apa yang dihalalkan dan diharamkan, dan mengajak kepada kebaikan serta
menafikan segala bentuk kemudharatan” (Badruddin
Al-Kinani).
“Ulama ialah orang-orang yang mempunyai pengetahuan
tentang ayat-ayat Allah, baik yang bersifat kauniyah maupun Quraniyah, dan
mengantarnya kepada pengetahuan tentang kebenaran Allah, takwa, dan khasysyah
(takut) kepada-Nya” (M. Quraish
Shihab)
Siapa Ulama’?
ثُمَّ أَوْرَثْناَ الْكِتاَبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْناَ مِنْ عِباَدِناَ
“Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada
orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba kami.” (Fathir: 32)
1.Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan: Allah Subhanahu wa Ta’ala
berfirman: “Kemudian Kami menjadikan orang-orang yang menegakkan
(mengamalkan) Al-Kitab (Al-Quran) yang agung sebagai pembenar terhadap
kitab-kitab yang terdahulu yaitu orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, mereka adalah dari umat
ini.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/577)
2.Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan: “Ayat ini sebagai syahid (penguat) terhadap hadits yang
berbunyi Al-’Ulama waratsatil anbiya (ulama adalah pewaris para nabi).”
(Fathul Bari, 1/83)
3.Al-Imam Asy-Syaukani rahimahullah mengatakan: Maknanya adalah: “Kami
telah mewariskan kepada orang-orang yang telah Kami pilih dari hamba-hamba Kami
yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an). Dan Kami telah tentukan dengan cara mewariskan
kitab ini kepada para ulama dari umat engkau wahai Muhammad yang telah Kami
turunkan kepadamu… dan tidak ada keraguan bahwa ulama umat ini adalah para
shahabat dan orang-orang setelah mereka. Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah memuliakan mereka atas seluruh hamba dan Allah Subhanahu wa Ta’ala
menjadikan mereka sebagai umat di tengah-tengah agar mereka menjadi saksi atas
sekalian manusia, mereka mendapat kemuliaan demikian karena mereka umat nabi yang terbaik dan sayyid
bani Adam.” (Fathul Qadir,
hal. 1418)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya ulama adalah pewaris para nabi.
Sungguh para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh mereka hanya
mewariskan ilmu maka barangsiapa mengambil warisan tersebut ia telah mengambil
bagian yang banyak.” (Hadits ini diriwayatkan Al-Imam At-Tirmidzi di
dalam Sunan beliau no. 2681, Ahmad di dalam Musnad-nya (5/169), Ad-Darimi di
dalam Sunan-nya (1/98), Abu Dawud no. 3641, Ibnu Majah di dalam Muqaddimahnya
dan dishahihkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Hibban. Asy-Syaikh Al-Albani
rahimahullah mengatakan: “Haditsnya shahih.” Lihat kitab Shahih Sunan Abu Dawud
no. 3096, Shahih Sunan At-Tirmidzi no. 2159, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 182,
dan Shahih At-Targhib, 1/33/68)
4.Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah mengatakan: “Telah sampai
kepada kami bahwa Abu Dawud adalah
termasuk ulama dari ulama-ulama yang mengamalkan ilmunya sehingga sebagian imam
mengatakan bahwa Abu Dawud serupa dengan Ahmad
bin Hanbal dalam hal bimbingan dan kewibawaan. Dalam hal ini Ahmad menyerupai
Waki’, dalam hal ini pula Waki’
menyerupai Sufyan dan Sufyan
menyerupai Manshur dan Manshur
menyerupai Ibrahim, Ibrahim serupa
dengan ‘Alqamah dan ‘Alqamah dengan Abdullah bin Mas’ud. ‘Alqamah berkata:
“Ibnu Mas’ud menyerupai Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam bimbingan dan arahannya.” (Tadzkiratul
Huffadz, 2/592, lihat Wujub Irtibath bil ‘Ulama karya Hasan bin Qashim Ar-Rimi)
Keutamaan Ulama’ ?
إِنَّ اللهَ يَبْعَثُ فِيْ هَذِهِ اْلأُمَّةِ عَلَى رَأْسِ كُلِّ مِائَةِ سَنَةٍ مَنْ يُجَدِّدُ لَهاَ دِيْنَهاَ
“Sesungguhnya Allah akan membangkitkan di setiap
awal seratus tahun orang yang akan memperbaharui agama umat ini.” (HR.
Abu Dawud dari shahabat Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 1874)
1. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاَتٍ
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu ke beberapa derajat.”
(Al-Mujadalah: 11)
Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata: “(Kedudukan)
ulama berada di atas orang-orang yang beriman sampai 100 derajat, jarak antara
satu derajat dengan yang lain seratus tahun.” (Tadzkiratus Sami’, hal. 27)
2. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
شَهِدَ اللهُ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ وَالْمَلاَئِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ قَائِماً بِالْقِصْطِ
“Allah telah mempersaksikan bahwa tidak ada
sesembahan yang benar melainkan Dia dan para malaikat dan orang yang berilmu
(ikut mempersaksikan) dengan penuh keadilan.” (Ali ‘Imran: 18)
Al-Imam Badruddin rahimahullah berkata: “Allah
memulai dengan dirinya (dalam persaksian), lalu malaikat-malaikat-Nya, lalu
orang-orang yang berilmu. Cukuplah hal ini sebagai bentuk kemuliaan, keutamaan,
keagungan dan kebaikan (buat mereka).” (Tadzkiratus Sami’, hal 27)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam
Tafsir-nya mengatakan: “Di dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang
keutamaan ilmu dan ulama karena Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebut mereka
secara khusus dari manusia lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan
persaksian mereka dengan persaksian diri-Nya dan malaikat-malaikat-Nya. Dan
Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan persaksian mereka (ulama) sebagai bukti
besar tentang ketauhidan Allah Subhanahu wa Ta’ala, agama, dan balasan-Nya. Dan
wajib atas setiap makhluk menerima persaksian yang penuh keadilan dan kejujuran
ini. Dan dalam kandungan ayat ini pula terdapat pujian kepada mereka (ulama)
bahwa makhluk harus mengikuti mereka dan mereka (para ulama) adalah imam-imam
yang harus diikuti. Semua ini menunjukkan keutamaan, kemuliaan dan ketinggian
derajat mereka, sebuah derajat yang tidak bisa diukur.” (Tafsir As-Sa’di,
hal 103).
Al-Qurthubi rahimahullah dalam Tafsir-nya mengatakan:
“Di dalam ayat ini ada dalil tentang keutamaan ilmu dan kemuliaan ulama.
Maka jika ada yang lebih mulia dari mereka, niscaya Allah akan menggandengkan
nama mereka dengan nama–Nya dan nama malaikat-malaikat-Nya sebagaimana Allah
Subhanahu wa Ta’ala menggandengkan nama ulama.” (Tafsir Al-Qurthubi, 2/27)
3. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لاَ يَعْلَمُوْنَ
“Katakan (wahai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam) apakah sama antara orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.”
(Az-Zumar: 9)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu
wa Ta’ala menafikan unsur kesamaan antara ulama dengan selain mereka
sebagaimana Allah menafikan unsur kesamaan antara penduduk surga dan penduduk
neraka. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Katakan, tidaklah sama antara
orang yang berilmu dengan orang yang tidak berilmu.” (Az-Zumar: 9), sebagaimana
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: “Tidak akan sama antara penduduk neraka dan
penduduk surga.” (Al-Hasyr: 20). Ini menunjukkan tingginya keutamaan ulama dan
kemuliaan mereka.” (Miftah Dar As-Sa’adah, 1/221)
4. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لاَ تَعْلَمُوْنَ
“Maka bertanyalah kalian kepada ahli dzikir
(ahlinya/ ilmu) jika kalian tidak mengetahui.” (An-Naml: 43)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam
Tafsir-nya mengatakan: “Sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada siapa
saja yang tidak mengetahui untuk kembali kepada mereka (ulama) dalam segala
hal. Dan dalam kandungan ayat ini, terdapat pujian terhadap ulama dan
rekomendasi untuk mereka dari sisi di mana Allah memerintahkan untuk bertanya
kepada mereka.” (Tafsir As-Sa’di, hal. 394)
5. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَمَا يَعْقِلُهَا إِلاَّ الْعَالِمُوْنَ
“Dan tidak ada yang mengetahuinya
(perumpamaan-perumpamaan yang dibuat oleh Allah) melainkan orang-orang yang
berilmu.” (Al-’Ankabut: 43)
Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir-nya
mengatakan: “Melainkan orang-orang yang berilmu secara benar di mana
ilmunya sampai ke lubuk hatinya.” (Tafsir As-Sa’di, hal 581)
6. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمآءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir: 28)
Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu mengatakan: “Sesungguhnya
aku mengira bahwa terlupakannya ilmu karena dosa, kesalahan yang dilakukan. Dan
orang alim itu adalah orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”
(Ta’liq kitab Tadzkiratus Sami’, hal. 28)
Abdurrazaq mengatakan: “Aku tidak melihat seseorang
yang lebih bagus shalatnya dari Ibnu Juraij. Dan ketika melihatnya, aku mengetahui
bahwa dia takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (Ta’liq kitab
Tadzkiratus Sami’, hal 28)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah Subhanahu
wa Ta’ala memberitakan bahwa mereka (para ulama) adalah orang-orang yang takut
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan Allah Subhanahu wa Ta’ala
mengkhususkan mereka dari mayoritas orang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-hamba-Nya adalah ulama,
sesungguhnya Allah Maha Mulia lagi Maha Pengampun.” (Fathir: 28). Ayat ini
merupakan pembatasan bahwa orang yang takut kepada Allah adalah ulama.” (Miftah
Dar As-Sa’adah 1/225)
7. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا اْلأَنْهَارُ خَالِدِيْنَ فِيْهَا أَبَدًا رَضِيَ اللهً عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ لِمَنْ خَشِيَ رَبَّهُ
“Ganjaran mereka di sisi Allah adalah jannah Adn
yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan mereka kekal di dalamnya. Allah
meridhai mereka dan mereka ridha kepada Allah, demikian itu adalah bagi orang
yang takut kepada Rabbnya.” (Al-Bayyinah: 8)
Badruddin Al-Kinani rahimahullah berkata: “Kedua
ayat ini (Fathir ayat 28 dan Al-Bayyinah ayat 8) mengandung makna bahwa ulama
adalah orang-orang yang takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan orang-orang
yang takut kepada Allah adalah sebaik-baik manusia. Dari sini disimpulkan bahwa
ulama adalah sebaik-baik manusia.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 29)
Ucapan yang serupa dan semakna dibawakan oleh Ibnul
Qayyim t dalam kitabnya Miftah Dar As-Sa’adah, jilid 1 hal. 225.
8. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّيْنِ
“Barang siapa yang dikehendaki oleh Allah untuk
mendapatkan kebaikan, maka Allah akan mengajarkannya ilmu agama.”
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: “Hadits ini
menunjukkan, barangsiapa yang tidak dijadikan Allah faqih dalam agama-Nya,
menunjukkan bahwa Allah tidak mengijinkan kepadanya kebaikan.” (Miftah Dar
As-Sa’adah, 1/246)
9. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ
“Ulama adalah pewaris para nabi.” (HR
At-Tirmidzi dari Abu Ad-Darda radhiallahu ‘anhu)
Badruddin Al-Kinani rahimahullah mengatakan: “Cukup
derajat ini menunjukkan satu kebanggaan dan kemuliaan. Dan martabat ini adalah
martabat yang tinggi dan agung. Sebagaimana tidak ada kedudukan yang tinggi
daripada kedudukan nubuwwah, begitu juga tidak ada kemuliaan di atas kemuliaan
pewaris para nabi.” (Tadzkiratus Sami’ hal. 29)
Ikhtitam
Menjadi
seorang ulama merupakan sebuah keharusan dan kemuliaan sebagaimana hadist yang
berbunyi tuntutlah ilmu dari ayunan hingga liang lahat dan juga janji
Allah yang meninggikan derajat orang-orang yang berilmu.
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِيْنَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِيْنَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجاَتٍ
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman di
antara kalian dan orang-orang yang diberikan ilmu ke beberapa derajat.”
(Al-Mujadalah: 11)
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمآءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari
hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.” (Fathir: 28)
Sumber:1.Al-Qur’an
Hadits 2.http://www.eramuslim.com
JAKARTA 16/4/2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar