Selasa, 05 Mei 2015

HUKUM BERDUSTA





BAHAYANYA BERBOHONG ?

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (At-Taubah: 119)
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (Al-A’raaf: 33).
ان الصدق يهدى الى البر, ان البر يهدى الى الجنة, وان الرجل ليصدق حتى يكتب عند الله صديقا, وان الكذب يهدى الى القجور وان الفجور يهدى الى النار وان الرجل ليكذب حتى يكتب عند الله كذابا (رواه البخارى و مسلم

“Sesungguhnya kejujuran akan menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan menghantarkan kepada surga. Seseorang yang berbuat jujur oleh Allah akan dicatat sebagai orang yang jujur. Dan sesungguhnya bohong itu akan menunjukkan kepada kelaliman, dan kelaliman itu akan menghantarkan ke arah neraka. Seseorang yang terus menerus berbuat bohong akan ditulis oleh Allah sebagai pembohong.” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim )

Muqaddimah
Bohong adalah penyakit yang menghinggapi masyarakat di segala zaman. Ia adalah penyebab utama bagi timbulnya segala macam bentuk kejelekan dan kerendahan. Suatu masyarakat takkan lurus selamanya jika perbuatan bohong ini merajalela di antara individu-individunya. Dan suatu bangsa takkan bisa menaiki tangga kemajuan kecuali jika berlandaskan pada kejujuran.
فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ إِنَّ اللَّهَ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Maka siapakah yang lebih zhalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?” Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim.” (Al-An’aam: 144)
Imam ath-Thabari berkata:
“Maka siapakah yang lebih zhalim terhadap dirinya, jauh dari kebenaran, daripada orang yang membuat kebohongan terhadap Allah? Masuk dalam ayat ini pula adalah mengharamkan apa yang tidak diharamkan Allah, dan menghalalkan apa yang tidak dihalalkannya.” (Tafsir ath-Thabari, 8/68).
Berkata Imam Nawawi:
“Ketahuilah, madzhab Ahlus Sunnah berkata bahwa bohong adalah mengabarkan sesuatu yang menyelisihi kenyataannya, sama saja engkau sengaja atau tidak sengaja. Orang yang berbohong dengan tidak sengaja, maka tidak ada dosanya, akan tetapi ia akan berdosa apabila melakukannya dengan sengaja.” (Al-Adzkar, hal. 326, lihat pula Al-Adab asy-Syar’iyah, 1/53).
Imam Ibnul Qayyim berkata:
“Allah mengurutkan keharaman-keharaman menjadi empat tingkatan. Dia memulai dengan yang paling ringan yaitu perbuatan keji, kemudian yang lebih berat keharamannya yaitu dosa dan kezhaliman, selanjutnya urutan yang ketiga yang lebih besar keharamannya dari kedua di atas yaitu kesyirikan, dan diakhiri dengan yang paling berat keharamannya dibandingkan semua di atas yaitu berbicara terhadap Allah tanpa ilmu.” (I’lamul Muwaqqi’in, 1/47).
Hukum berdusta ?

اية المنافق ثلاث : اذا حدث كذب واذا وعد أخلف واذا ؤتمن خان

“Pertanda orang yang munafiq ada tiga: apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat” (Hadits riwayat Bukhari dan Muslim.).
Didalam riwayat Bukhori dan Muslim dari Abdullah bahwasanya Rasulullah saw bersabda,”Sesungguhnya dusta membawa kepada kedurhakaan sedangkan kedurhakaan menyeret ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang berdusta hingga ditulis di sisi Allah sebagai pendusta.”
Terdapat keringan didalam berdusta ini sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Hajar al Haitsami didalam kitabnya “Az Zawajir” bahwa dusta terkadang dibolehkan dan terkadang diwajibkan.
Patokannya—sebagaimana disebutkan didalam kitab “Ihya’—bahwa setiap tujuan terpuji yang bisa dicapai dengan kejujuran dan kedustaan sekaligus maka berdusta didalam hal ini adalah haram. Jika bisa dicapai hanya dengan berdusta saja maka berdusta didalamnya mubah (boleh) jika pencapaian hal itu memang mubah. Dan wajib jika pencapaian tujuan itu sendiri wajib dilakukan. Seperti jika seseorang melihat seorang muslim yang tidak bersalah sedang bersembunyi dari seorang zhalim yang ingin membunuh atau menyakitinya maka berdusta didalam hal ini adalah wajib, karena adanya kewajiban melindungi darah seorang yang dilindungi. (az Zawajir An Iqtirof al Kabair juz III hal 238)
Didalam riwayat Bukhori dan Muslim dari Ummu Kaltsum binti Uqbah bin Mu’ith disebutkan bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda,”Bukanlah pendusta orang yang mendamaikan antara manusia lalu dia mengembangkan kebaikan dan mengatakan kebaikan.” Didalam riwayat lain,”Aku tidak pernah mendengar beliau memberikan keringan terhadap apa yang dikatakan manusia berupa dusta kecuali dalam tiga hal : peperangan, mendamaikan diantara manusia dan perkataan suami kepada istrinya atau perkataan istri pada suaminya.” Maksud dari perkataan antara suami istri itu adalah tentang cinta yang dapat membantu kelanggengan hubungan diantara mereka.
Boleh Berbohong dalam 3 Perkara ?

Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin jilid IV/284 mengutip sebuah hadits Nabi yang membolehkan seseorang berdusta dalam 3 (tiga) perkara:

ما سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يرخص فى شئ من الكذب إلا قى ثلاث: الرجل يقول القول يريد به الصلاح، والرجل يقول القول فى الحرب، والرجل يحدث امرأته، والمرأة تحدث زوجها
Artinya: Rasulullah tidak mentolerir suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkaran: (a) untuk kebaikan; (b) dalam keadaan perang; (c) suami membohongi istri dan istri membohongi suami (demi menyenangkan pasangannya).

Dalam hadits lain yang serupa dikatakan

كل الكذب يٌكتب على إبن آدم لا محالة إلا أن يكذب الرجل فى الحرب فإن الحرب خدعة أو يكون بين الرجلين شحناء فيصلح بينهما أو يحدث امرأته فيرضيها
Artinya: Setiap kebohongan itu terlarang bagi anan cucu Adam kecuali (a) dalam peperangan. Karena peperangan adalah tipu daya. (b) menjadi juru damai di antara dua orang yang sedang bertikai; (c) suami berbohong untuk menyenangkan istri.
Berbohong Perbuatan Tercela ?
1. Tidak mengindahkan Perintah Allah
Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya agar tidak mengikuti sesuatu yang tidak ada ilmunya. Orang yang berbohong berarti telah memperturutkan hawa nafsu untuk mengikuti apa yang tidak dia ketahui, dan hal ini terlarang dengan tegas sebagaimana dalam firman-Nya:
وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Al Israa’: 36)
Imam asy-Syinqithi berkata:
“Allah melarang dalam ayat yang mulia ini agar manusia tidak mengikuti apa yang dia tidak mempunyai pengetahuan di dalamnya. Termasuk di dalam hal ini adalah perkataan orang yang berkata: ‘Saya telah melihat’, padahal dia belum melihatnya. ‘Saya telah mendengar’, padahal dia belum mendengarnya. ‘Aku tahu’, padahal dia tidak mengetahuinya. Demikian pula orang yang berkata tanpa ilmu dan orang yang mengerjakan amalan tanpa ilmu, tercakup pula dalam ayat ini.” (Adhwa’ul Bayan, 3/145)
2. Perintah berbuat jujur, larangan akan kebalikannya
Apabila Allah memerintahkan sesuatu, maka mengandung konsekuensi larangan akan kebalikannya. Perintah berbuat jujur, berarti larangan berbohong. Perhatikanlah fiman Allah berikut ini:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَكُونُوا مَعَ الصَّادِقِينَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (At-Taubah: 119)
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata:
“Firman-Nya ‘Dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar’, yaitu di dalam perkataan, perbuatan, dan dalam keadaan mereka. Ucapan yang terlontar dari mereka benar dan jujur, tiadalah perbuatan dan keadaan mereka kecuali benar, jauh dari rasa malas, selamat dari maksud jahat, berupaya ikhlas dan niat yang shalih. Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan menghantarkan ke dalam surga.” (Taisir Karimir Rahman, hal. 312).
Ikhtitam
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Barangsiapa yang berdusta atasku, hendaklah ia mengambil tempat duduknya di neraka.” (Mutawatir. HR. Bukhari no. 107, Muslim no. 3004).
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:
Berdusta atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah dosa besar, sedangkan berdusta kepada selainnya termasuk dosa kecil. Maka tidaklah sama ancaman bagi yang berdusta atas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan selain beliau.” (Fathul Bari, 1/267).
Sumber:1.Al-Qur’an Hadits 2.http://www.alkhoirot.net 3.http://www.eramuslim.com
4.https://bestpulsamalang.wordpress.com
JAKARTA 6/5/2015

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Majelis Ulama Indonesia

Dunia Islam

Informasi Kesehatan dan Tips Kesehatan

Total Tayangan Halaman